Laman

Sabtu, 13 Januari 2018

sebatas rindu

Padahal rindu itu manusiawi, tapi mengapa mengungkap rindu seolah jadi hal paling tabu
Susah-payah ia kau sembunyikan saat seharusnya ia diungkap dengan jelas
Tak perlu dengan kata-kata indah, puisi atau sajak berima, kata 'rindu' itu sudah indah dari sananya
Bahkan terlalu indah, sampai aku tak tahu harus bagaimana mengungkapnya

Namun rindu juga tak sesederhana itu
Beberapa rindu menuntut pertemuan berhadapan
Atau hanya berpapasan dalam angan kegelisahan
Yang ku tahu rindu punya caranya tersendiri untuk disampaikan

Beberapa orang mengungkap rindu lewat mimpi
Atau sekedar memutar balik waktu yang tersimpan rapi dalam memori
Atas segala pertemuan singkat yang membekas diingatan
Bahkan segala gelak tawa yang hadir dalam percakapan

Rindu
Begitupun aku, kepadamu
Memilih untuk menyampaikan rindu
Walau masih dibelenggu oleh waktu

Jumat, 01 Desember 2017

Dingin Malang

Malang kota dingin. Yang ditambah dingin dengan titik-titik hujan yang membasahi bumi di setiap hari. Orang-orang berlarian menghindari tetes demi tetes air yang dapat membasahi. Ku lihat payung warna-warni dilebarkan oleh yang empunya. Menciptakan perpaduan corak warna-warni jika saja dilihat dari atas. Malang pun masih dingin. Sedingin dua orang yang pernah akrab bercerita soal apapun, yang kini menjauh sampai sebatas sapa pun sirna ditelan diam keheningan. Dingin. Sedingin dua sosok manusia yang mencoba saling mengalihkan pandangannya atas alasan kebencian. Malang masih dingin. Sedingin batu dan paralayang jam tiga pagi. Sedingin itu pula rasa yang pernah singgah sementara. Di sudut Kota Malang, dalam hati ku harap sikapmu tidak tertular oleh udara yang mendingin. Diam-diam ku harap engkau masih menjadi satu sosok manusia yang hangat dan akan selalu seperti itu. Bahkan sampai kapanpun. Sampai waktu yang tak terhitung. Semoga jaket tebalmu tidak basah. Terhindar dari keroyokan rintik hujan yang dapat jatuh kapanpun ia mau. Semoga tempat tidur dan selimut masih dapat menjadi teman terbaikmu untuk menikmati hujan di kota dingin ini. Atau mungkin secangkir kopi? Atau satu paket lengkap antara ketiganya? Entahlah. Semoga harimu selalu menyenangkan di segala cuaca. Sudahlah.. terlalu banyak yang ingin ku semogakan. Aku takut muak engkau membacanya.



Malang, 1/12/17


diantara bunyi rerintikan hujan
yang berlomba turun berjatuhan.

Minggu, 19 November 2017

dini hari

hari masih terlalu pagi
matahari seolah masih terlelap dibandingkan bulan yang masih setia menanti
dingin yang menusuk seolah enggan tuk pergi
berhasil melengkapi sunyi sepi malam ini

dingin yang menusuk seolah mengacaukan imajinasi
ingin rasanya ku peluk tubuh tingginya tanpa permisi
ingin ku genggam jemarinya walau ku tahu ia akan risih

waktu terus berlalu
hingga intro adzan subuh terus bergemuruh
aku terlalu takut untuk menatap sepasang matamu
sepasang mata yang pintar menyimpan rapat segala masalahmu
hingga pelarianku jatuh kepada sudut lampu kota di bawah yang menyatu
ingin saja ku tatap keduanya jika saja aku mampu
kau dan sudut lampu kota
saat dini hari kala itu

Minggu, 22 Oktober 2017

sebuah tulisan tentang jatuh cinta

jatuh itu biasa saja, katanya
apanya yang biasa saja?
mungkinkah baginya?

gelak tawanya yang masih melekat di ingatan
pertemuan tiba-tiba yang masih diam-diam dinantikan
hingga cara berbicaranya yang masih terekam jelas di telinga
apanya yang biasa saja?

susah payah tidak ku baca ulang percakapan singkat di layar genggam
hanya agar sendu ku tidak perlu hadir bersemayam
susah payah ku hiraukan beberapa jam perjumpaan singkat kita
hanya agar tidak terjebak dalam rasa yang dapat muncul semaunya

jatuh cinta itu biasa
terlalu biasa hingga tak bisa menggapainya

Selasa, 04 Juli 2017

Si misterius di ruang tunggu

Saya suka...
Bagaimana melihatnya menggulung lengan kemejanya sampai siku
Menatap dengan tegas siapapun yang ia lihat
Tetap menatap tajam, tanpa sedikitpun membuang pandangannya

Saya suka...
Bagaimana cara ia duduk dengan menumpukan lengan pada lututnya
Bukan bersender seperti orang kebanyakan

Saya suka...
Bagaimana ia mengeluarkan ponsel yang diambil dari sakunya
Kemudian mencari sebuah nama dan meneleponnya ke sambungan sana

Saya suka...
Bagaimana caranya berbicara dengan sosok suara lain di ponselnya
Suaranya membuat saya diam-diam berharap agar ia dapat duduk jauh lebih lama
Di depan saya

Sesekali saya memperhatikan sekeliling saya
Sesekali juga saya diam-diam melihat sepasang mata teduh itu
Sepasang mata teduh yang menghadirkan keinginan saya untuk menatapnya jauh lebih lama

Saya suka...
Bagaimana kali itu ruang tunggu bandara mempertemukan saya dengan sosok misterius ini
Kemudian kalau saja bisa
Saya ingin menunda kepulangan saya

Namun ada satu hal yang saya tidak suka...
Bagaimana panggilan di pengeras suara menyadarkan bahwa saya harus segera bangun dari kursi itu
Masih diam-diam berharap saya akan bersama lagi dengan sosok misterius ini

Namun yang benar-benar tidak saya suka...
Bagaimana saat saya sadar bahwa sosok itu tetap terduduk disana
Tidak bergegas dari tempat duduknya
Masih menunggu panggilan dari pengeras suara berikutnya untuk menyebutkan tujuan penerbangannya


- Abdul Rachman Saleh - MLG
20 Juni 2017

Senin, 29 Mei 2017

Menjauh dari jauh

Kala sore itu masih sama
Langkah-langkah kecil kakiku masih berirama
Sejenak semakin menjauh, meninggalkan gedung yang saling bercengkrama
Sesekali aku menoleh, adakah kesibukan apa di lalu lalang sana

Sampai pada satu titik di sudut penghujung senja

Tiba-tiba saja sosok sore tak lagi sama
Mungkin karena kehadirannya, entah
Ku lihat sosok itu masih sama
Sosok yang masih terlalu aku kenali sejak lama

Masih... aku pun cukup percaya diri untuk tidak peduli
Tetap menggerakan langkah kaki ini
Sampailah tiba di suatu kondisi

Tanpa alasan, tanpa keraguan

Aku menjauh
Terus menjauh
Walau hanya melihatmu dari jauh

Sabtu, 18 Maret 2017

him.

As you guys know kalo blog adalah tempat pelarian cerita gue. Bukan, bukan merahasiakan untuk diceritakan langsung kepada orang lain, tapi rasanya ada beberapa hal yang kayanya susah untuk diceritain face to face sama orang lain. So I keep it to myself first, kalo rasanya udah gabisa kesinilah pelariannya.

Entah udah dari berapa lama waktu yang lalu, gue selalu menilai bahwa orang yang memakai kacamata punya nilai plus tersendiri, di mata gue. Tanpa terekcuali, mau cewe, atau cowo sekalipun. Tapi yang kali ini ingin gue tekankan adalah soal cowo. Gue ngga pernah liat sosok cowo satu ini sebelumnya, sampe tiba waktu krs-an. Itu kali pertama gue liat dia. Yang ajaib, gue langsung tau namanya sejak pertama kali gue liat dia. Hebat ngga? Biasa aja sih. Inisialnya W. Kenapa bisa langsung tau namanya? Simply karna dia pake pdl yang ada nama dianya. Se-simple itu.

Berawal dari situ, di beberapa acara jurusan, gue sempet liat dia beberapa kali. Tapi yang paling sering, gue sering banget liat dia di gazebo. Setiap gue asistensi asprak di gazebo, gue selalu diam-diam mencari sosok menggemaskan itu. Sekali ketemu, kirain kebetulan. Dua kali ketemu, masih kebetulan yang kedua kali. Tiga kali ketemu, mulai sotoy mikir kalo tandanya jodoh. Whoooops. Ngga deng. Gimana ya, seneng aja rasanya. Sekalipun orang satu itu juga ngga akan ngeh gue siapa. Padahal cuma liat lho. Liat. Gue doang yang liat dia. Gimana ngobrol.

Di kantin, satu kali gue liat dia lewat aja senengnya setengah mati. Di lobby, selalu gue cari-cari orang satu itu. Belum aja nih sampe nanti tiba-tiba satu lift, bisa ikut-ikutan turun di lantai yang dia tuju. Gue nulis ini in case nanti gue lupa kalo ada hal-hal yang as long as it makes me happy, ya yaudah, inget, lakuin terus. I know this is creepy enough but at least gue tidak meneror dia dengan hal apapun, hanya diam-diam meneror dia dengan penglihatan gue yang dia pun enggan untuk menyadarinya.

Jumat, 23 Desember 2016

Hampir satu semester di Sosiologi Brawijaya.

Halo, hari ini tepat hari pertama saya memasuki minggu tenang sebelum liburan natal dan tahun baru, serta sebelum memasuki pekan uas. Uas saya akan dilaksanakan 3 Januari nanti. Doakan saya ya semoga saya dapat mengerjakan dengan baik. Saya sedikit banyaknya ingin bercerita bagaimana saya bisa masuk di jurusan sosiologi, yang bukan merupakan tujuan awal saya, di Malang pula, di kota diluar ekspektasi saya. Mari berjelajah ke beberapa bulan yang lalu, bagaimana saya bisa sampai disini.

Untuk adik-adik yang sedang menjalani kelas 12, percayalah saya pernah berada pada posisi kalian. Pernah bingung memilih jurusan, pernah bingung memilih universitas mana yang akan saya pilih untuk saya ikuti di beberapa jalur masuk ptn, seperti snmptn (undangan), sbmptn (tertulis), ataupun ujian tertulis mandiri. Percayalah saya pernah berada pada titik mengikuti bimbel sampai saya pun bosan sendiri, tapi saya pun tetap menjalaninya, karna ada tujuan yang harus saya capai.

Dari kelas 10 dahulu, tujuan saya cuma satu : masuk jurusan Psikologi, walaupun belum betul-betul mantap. Alasannya simple, saya ingin mengerti dan memperlakukan orang lain dengan baik. Walaupun sekarang saya sadar bahwa alasan itu universal dan bisa didapat tidak hanya lewat jurusan psikologi. Waktu tetap berjalan, tidak terasa saya tiba di penghujung waktu dimana sisa masa SMA saya akan berakhir. Kelas 12. Memasuki kelas 12, saya pun disibukkan dengan pusing membagi waktu antara belajar untuk UN dan SBMPTN dan saya pun mengambil kesimpulan untuk belajar mana yang lebih dahulu, yaitu UN, baru SBMPTN, dan saran saya baiknya mengikuti bimbel yang menjalani keduanya sekaligus, pada waktu saya bimbel di INTEN. 

Urutan jalur masuk ptn pada zaman saya adalah snmptn - sbmptn - jalur ujian mandiri. Sebelum pendaftaran snmptn pun, saya sudah konsultasi dengan guru bk dan bimbel. Setelah mempertimbangkan kuota, akreditasi kampus, akreditasi jurusan yang saya pilih, serta banyaknya teman yang berencana mengambil jurusan yang sama dengan saya, pada akhirnya saya tetap nekat mempertahankan kemauan awal saya. Egois memang. Tidak perlu ditiru. Namun juga harus tau konsekuensinya. Waktu itu saya tetap memilih Psikologi UI. Dari kesempatan untuk memilih 3 jurusan, saya waktu itu hanya memilih satu. Padahal saya tau bahwa kemungkinan saya untuk lolos sangat kecil. Tapi mindset saya waktu itu, kalo rezeki ngga akan kemana.

Setelah pendaftaran snmptn, saya diam-diam menaruh harapan akan lolos, tapi saya juga menyiapkan kemungkinan terburuk. Saya juga tetap menyiapkan sbmptn sebaik yang saya bisa. Beberapa bulan berlalu, tibalah di pengumuman snmptn. Singkat cerita, saya dinyatakan tidak lolos. Saya tidak lolos di jalur SNMPTN2016. Yang lebih menyakitkan lagi, satu orang teman di SMA saya, teman sejak saya SMP dulu, Ia lolos dengan jurusan yang sama dengan yang saya pilih. Dan ada beberapa teman saya yang lolos snmptn diluar ekspektasi bahkan guru saya sendiri. Intinya, jangan pernah menaruh sepenuhnya harapan kalian di snmptn, ngga ada yang bener-bener tau cara universitas meloloskan orang di snmptn itu gimana. Harus siap dengan pahit-pahitnya, kasarnya. Teman saya yang peringkat satu paralel pun tidak lolos di jalur snmptn waktu itu.

Saya pun mengambil kesempatan lain di jalur SBMPTN. Kalau ditanya sedih dan lelah, itu pasti. Kenyataan menyakitkan bahwa saya harus mengetahui teman-teman yang sudah lolos di snmptn dulu, sudah santai, sudah tidak perlu lagi belajar TKPA dan soshum (saya ips). Yang perlu diingat, disaat inilah saya tahu mana teman yang bisa mendukung saya, mana teman belajar bersama saya, mana teman yang bisa diajak mengejar cita-cita bersama. Saling menyemangati teman di saat-saat seperti ini menurut saya juga penting, karna yang dibutuhkan saat ini hanya dukungan dan kepercayaan dari orang lain, bahwa kita bisa. Kita bisa lolos di jalur ujian masuk yang berikutnya. Lagi-lagi saya konsultasi dengan guru di bimbel saya, pilihan saya tetap sama, psikologi. Tapi kali ini saya berusaha untuk menggunakan kesempatan yang ada, saya memilih 3 jurusan yang disediakan pada jalur sbmptn. Saya waktu itu memilih, Psikologi UGM, Psikologi UB, dan Sosiologi UB. Entah karna apa saya memilih sosiologi, saya tidak punya pilihan lain. Sosiologi adalah satu-satunya pelajaran soshum yang bisa saya terima dengan baik sewaktu sma dulu, jadi saya berakhir memilih sosiologi, toh fokus utamanya tetap soal masyarakat, pikir saya. Tidak hanya mengikuti SBMPTN, saya pun mengikuti ujian mandiri UGM (UTUL) dan Undip, dengan diam-diam tetap menaruh Psikologi pada pilihan jurusan test tersebut.

Hari pengumuman SBMPTN pun tiba, saya ingat betul pengumuman dibuka pada pukul 14.00 dan saya pun tidak menginginkan membukanya tepat waktu. Takut servernya penuh, pikir saya waktu itu. Posisi saya waktu itu juga sedang pergi ke Grand Indonesia, bulan puasa. Saya pun sedang berada di H&M pada saat tiba pukul 2. Sekitar pukul 14:15 saya dengan harapan yang semakin menipis, mulai membuka pengumuman tersebut, detik berlalu, beberapa menit saya nantikan dengan kemungkinan terburuk yang mungkin bisa terjadi (lagi). Dan hasilnya pun.......

Saya lolos SBMPTN2016 di pilihan terakhir saya,


Senang adalah pasti. Tapi satu hal yang perlu saya ingat, saya bukan lolos di jurusan awal yang saya mau. Saya bukan lolos di jurusan Psikologi. Beberapa hari kemudian, tibalah untuk pengumuman ujian mandiri utul dan undip. Mungkin memang beginilah takdir Tuhan untuk saya, lagi-lagi saya tidak diloloskan pada ujian tersebut, habis sudah kesempatan saya untuk bisa mengambil jurusan Psikologi, kecuali satu, cadangan saya yaitu Psikologi BINUS. Ada jarak beberapa waktu untuk melakukan daftar ulang sbmptn tersebut, Saya pun memikirkan manakah jurusan yang harus saya ambil, psikologi binus atau sosiologi ub. Karna satu dan lain hal, saya pun mengambil sosiologi ub saya. Ini bukan tujuan awal saya, tapi mungkin ini cara Tuhan untuk awal yang lebih baik untuk saya.

Di Malang lah saya sekarang, saat menulis post ini. Satu semester hampir saya jalani pada jurusan sosiologi ini. Saya benar-benar habis pikir mau jadi apa saya setelah lulus. Tapi sedari dulu, mindset saya memang bukan mengambil jurusan untuk pekerjaan saya nanti. Saya dulu memilih psikologi bukan untuk jadi psikolog nantinya. Sekarang saya di sosiologi, saya tidak ingin untuk menjadi seorang sosiolog. Jujur, saya benar-benar tidak tahu sosiologi itu mempelajari apa awalnya, mungkin saya masih butuh waktu untuk memahami hal ini, apalagi sosiologi bukanlah jurusan yang 'eksis' di masyarakat. Masih banyak juga masyarakat yang beranggapan bahwa sosiologi itu sama dengan psikologi.

Saya belum bisa membahas secara banyak pada semester awal saya pada jurusan ini. Intinya, sosiologi saat kuliah tidak semudah sosiologi di SMA, bahkan beberapa materi yang diajarkan di sma justru salah pemahaman dengan yang dipelajari saat kuliah. Satu hal yang perlu saya tangkap dari awal adalah bahwa sosiologi di perkuliahan tidak bersifat menghafal seperti saat sma dulu. Lagi-lagi, saya menyayangkan bagaimana secara tidak langsung cara belajar saya dulu dibiasakan untuk menghafal ketika sma, walaupun guru sosiologi sma saya adalah salah satu guru kesayangan saya juga.  

Pada semester awal ini, mata kuliah yang saya dapat diantaranya adalah TIK, pengantar sosiologi, dasar ilmu filsafat, ilmu politik, bahasa indonesia, sociological academic skill, agama, dan sistem hukum indonesia. Mungkin itu bisa menjadi sedikit gambaran bagi yang ingin mengetahui jurusan sosiologi itu seperti apa, terutama di UB sendiri. Sosiologi juga ada praktikumnya lho! Yaitu berupa pengamatan langsung di lapangan, sesekali saya dan beberapa teman pernah ditugaskan untuk mengamati langsung kegiatan masyarakat di sekitar Pombensin. Kemudian, kami diharuskan menulis isi dari laporan pengamatan tersebut, hal apa sajakah yang bisa kami tangkap, dan sebagainya. Untuk urusan 'menuliskan laporan' atau menulis apapun itu, saya sempat mendengar bahwa dosen-dosen sosiologi disini adalah dosen yang sangat perfeksionis. Gosipnya lagi setiap wisuda, jurusan sosiologi adalah salah satu yang lulusannya sedikit diantara jurusan di FISIP UB yang lainnya. Jadi, jangan meremehkan jurusan yang 'kurang eksis' di masyarakat satu ini.

Mungkin sedikit saja yang bisa saya ceritakan sejauh ini, maklum, saya pun masih berproses untuk belajar memperdalam dan mengerti sosiologi lebih jauh. Maaf juga jika saya terlalu banyak curhat dibanding membahas jurusan sosiologi seperti judul post diatas. Tapi, semoga cerita saya diatas bisa membantu sedikit penasaran kalian terhadap jurusan sosiologi itu sendiri. Doakan UAS saya, ya. Terimakasih kesempatan waktunya untuk membaca tulisan ini. Oh iya, untuk yang ingin bertanya lebih lanjut soal jurusan sosiologi ini, mungkin bisa hubungi saya lewat line jika mau, id line saya: adnidinda. Semoga bermanfaat :)