Laman

Jumat, 16 November 2018

It's been a year

Lama tidak berkunjung, apa kabar? Beribu maaf jika kau dilupakan tuk sementara. 

Too many things happen

Kepanitiaan Sociofest, dekor, tugas kuliah, dan sibuk ngasih makan kucing adalah beberapa alasan gue hengkang sementara dari dunia per-blog-an ini. Like I said, it's been a year. Usia gue telah bertambah lagi satu tahun dibanding tahun kemarin. Gue pun semakin sadar bahwa gue tidak pernah benar-benar menyukai hari ulang tahun gue. 

Why don't we just hope the best to our beloved ones everyday besides their birth day?

Ulang tahun menurut gue hanya sarana buang-buang uang dan buang-buang bunga kalo dikasih bunga, yet the wishes and hug might be the best gift for me. Surprise, balon-balon angka, semuanya hanya konstruksi sosial. Ulang tahun hanya masalah merayakan tanggal kelahiran dan bertambahnya usia, tidak selalu hal itu harus dirayakan pula. Kemudian, tidak perlu dikasihani juga orang-orang yang tidak diberi kejutan pada hari tanggal lahirnya. Gue tidak membenci beberapa orang yang merayakan hari kelahirannya, tapi gue memang lebih memilih untuk menganggap hari itu biasa saja, seperti hari-hari lainnya. Jika ditarik mundur satu tahun ke belakang, hari kelahiran gue tahun lalu selalu mengingatkan gue pada satu hal yang membuat gue patah hati. Berawal dari iming-iming "traktiran", hal itu mengantarkan gue pada rasa kecewa. Forgiving is not forgetting, man and it's been a year.

Highlight tahun ini bukan hanya mengingatkan gue akan persitiwa ngaco setahun lalu itu. Tahun ini gue diperkenalkan oleh beberapa orang baru, orang-orang yang mungkin tidak akan gue sebutkan namanya disini. Dimulai dari dipertemukannya gue dengan dua stranger yang taste musiknya sama, they both are really nice, I swear. Pertama kali ketemu udah gaada jaim-jaimnya, udah bisa lompat-lompat sambil rangkul. Semoga di hari lainnya bisa dipertemukan kembali. Menjadi LO pengisi acara socfest juga memperkenalkan gue pada beberapa orang baru, walaupun gue tau belum tentu bisa ketemu lagi juga. Ada juga mas-mas barista yang (akhirnya) ketemu pas socfest walaupun gabisa ngobrol panjang lebar, even cuma lima menit. Semoga akan selalu bisa keep in touch sampai seterusnya, mungkin sampai setelah lulus juga. Beberapa orang baru lainnya belum benar-benar pernah bertemu, tapi semoga bisa.

Pada tahun ini gue juga cita-cita terpendam gue seperti muncul begitu saja. Gue ingin menjadi bagian orang-orang yang bekerja di belakang band, entahlah, mungkin manager, atau sound engineering (HAHAHAH) ga deng, tapi yang mau jadi manager beneran. Mari aamiin-kan. Seringnya nonton beberapa band yang gue suka mengantarkan gue pada serunya berada di belakang panggung. Melalui instagram, sesekali gue dapat melihat hal-hal itu (padahal yang seru cuma gigs ke luar kota dan jalan-jalannya) lol. But still, deeply i hope gue bisa jadi yang gue inginkan suatu hari nanti.

Ah sudahlah, daripada buntu, mending segini dulu.

Sampai jumpa lagi esok!

Senin, 11 Juni 2018

early June

It was fine evening after all
The road wasn't so empty
Everyone's busy with their own business
Still, i could make my way to you

It was fine evening after all
The sunset quite showed up
My stomach was starve
I got no food but your presence

Burger and fries sounds good
I don't mind about the long queue
The thing was the iftar made my self to you

The time was ticking as the sky getting dark
Your laugh made the night wasn't strange
Your presence made the night even better

I guess the city lights was watching both of us
I guess the wind saw both of us
I guess the night was capture both of us

And as i remembered
The night was the night I felt happy for a while

Minggu, 18 Maret 2018

Friday

i still remember your presence
even when you're not around
i'm trying so hard to pretend
that we don't know each other
that we were a stranger
stranger with a little memories
and a little broken heart
at least, for me

i still see you everywhere
and when it comes to the day
your presence feel so real
it wasn’t a shadow anymore
your shadow feel so real
i could hear my heart beating

the day was too early
your presence was too lovely
from those day i would say lately
you still my favorite stranger with too much memory

Minggu, 25 Februari 2018

acne is just acne

Post kali ini sedikit banyaknya akan membahas ke-insecure-an terbesar gue selama beberapa tahun belakangan ini yang tidak lain adalah jerawat. Jerawat. Satu kata yang sukses bisa bikin insecure kemana-mana. Entahlah, Tuhan memberkahi gue dengan kulit yang acne-prone, rentan berjerawat. Hilang satu, kembali beberapa. Itu juga ngga literally hilang sepenuhnya, tapi meninggalkan bekas, which is semakin menambah ke-insecure-an gue. Perlu dicatat bahwa jerawat gue bukan tipe jerawat yang cuma satu atau dua, bukan yang cuma ada pas mau dapet, tapi emang yang menyebar di pipi, kening, dagu, all over my face I can say. But at some point, saat gue udah nyerah banget cari cara untuk sembuhin jerawat, gue malah semacam mendapat pencerahan bahwa that's okay to have acne and that's okay to be imperfect.

Gue telah melewati berbagai fase selama gue memiliki wajah berjerawat, dari mulai ditanya 'kenapa jerawatan', 'coba ke dokter ini deh itu deh', 'coba pake ini deh itu deh'. Semua sudah gue lalui dengan respond senyuman pahit (at least I still smiling). First thing first, perlu diketahui bahwa ga ada orang yang mau jerawatan. Kalau emang bisa milih, i want to have those clear skin yang mulus dan glowing bahkan tanpa makeup. But things aren't always go well, isn't it? Beberapa hal tidak berjalan seperti yang diharapkan. Gue sebisa mungkin berusaha mencari sebab kenapa gue bisa berjerawat. Fasenya pun ga mudah, trial and error. Pergi ke dokter pun ga menjamin 100% gue bisa sembuh dari jerawat-jerawat yang terlalu nyaman dengan wajah gue ini.

Beberapa hal telah gue coba, sampai akhirnya gue menyadari bahwa beberapa makanan bisa trigger jerawat ke wajah gue, beberapa halnya susu, telur, saus kacang, ayam junk food, vitamin E, minyak ikan, daging kambing (untung emang ga doyan). Tidur begadang dan stress juga bisa ngaruh ke jerawat gue. Untuk tau semua ini, jujur aja tricky dan setiap orang bisa beda-beda banget pantangannya. Makanya menjadi ga mudah untuk tahu penyebab jerawat dibandingkan untuk tahu kenapa dia tiba-tiba ngejauh, lol. Untuk masalah dokter juga cocok-cocokan banget, biayanya pun ga murah walaupun masih dibayarin orang tua. Makanya, gue sebisa mungkin cari cara untuk sembuhin jerawat diseimbangi dari dalam tubuh, dengan cara banyak makan sayur hijau, minum air putih, hindari makanan terlalu pedas dan manis, terlalu berminyak (balik lagi, setiap orang mungkin punya cara yang berbeda). Gue juga ga terlalu bisa kena panas matahari kelamaan, makanya gue sebisa mungkin bawa masker tiap naik Go-Jek dan setiap keluar rumah siang-siang. You know, just incase.

Tingkat ke-insecure-an gue bertambah ketika gue tidak seperti perempuan kebanyakan yang bisa makeup. Gue memang belum pernah belajar makeup, walaupun gue sering banget nonton youtube tutorial makeup and skincare thingy. Prinsip gue adalah sembuhin dulu jerawatnya dan gue gamau ambil resiko 'gue mau terlihat cantik tapi somehow malah memperparah jerawat-jerawat gue'. Sekali lagi, ini bagi gue. Motivasi orang untuk menggunakan makeup itu bisa sangat bervariasi, ada yang memang biar lebih pd, lebih fresh, untuk menutupi kantung mata, jerawat, dsb. But if wearing lipstick count as someone using makeup so I'm wearing it lol. Bisa dibayangin dong seberapa besar kepercayaan diri yang gue butuhkan untuk bisa keluar rumah, dengan jerawat-jerawat ini, dengan tanpa makeup? Really it not easy at all. Sampe kampus, semua orang yang gue temui kebanyakan pake makeup dan terlihat cantik. Gue hanya bagaikan remah-remah kerupuk diantara mereka. 

And yes, some things happen. Gue seolah mendapatkan pencerahan, mau sampe kapan ngerasa minder terus, toh yang penting guenya pd. Komentar orang lain itu cuma bagai angin kalo kita mau untuk ga peduli. Beauty standard setiap orang juga beda-beda. Ga semua yang menurut orang lain cantik, akan cantik juga di mata orang lain. Begitu pun juga untuk orang-orang yang berjerawat, bukan berarti mereka ga cantik. Yang perlu dipahami adalah orang-orang yang berpikiran bahwa yang jerawatan itu berarti jorok, ga ngerawat diri. Hal-hal kayak gini yang sebetulnya salah besar. Orang lain yang komentar negatif itu ga pernah tau se-struggle seseorang apa untuk bisa nyembuhin dan adaptasi sama jerawatnya. So, if you wanna say something bad about the others, maybe just fuckin shut your mouth up dan banyak-banyak bersyukur serta berdoa biar kalian ga perlu ngerasain kayak gini. Hal lain yang perlu diingat adalah bahwa jerawat adalah hal wajar yang dialami banyak orang. Bedanya adalah banyak orang yang belum paham tentang masalah ini, menganggap orang yang jerawatan itu menyeramkan, tidak biasa, dan mendewakan bahwa yang cantik itu hanya mereka yang berkulit mulus tanpa masalah. Ga sedikit orang yang stress karena masalah ini walaupun bagi orang lain mungkin sepele. That's why gue menulis post ini, bahwa kalian tidak sendirian. Bukan hanya kalian yang memiliki kulit berjerawat. 

Beberapa kejadian seperti ketemu orang baru - yang ga kita kenal di real life menyadarkan gue memang terkadang fisik bukan yang segalanya. Fisik tidak selamanya menjadi sebuah standard yang bisa diukur untuk menjadikan seseorang menarik atau tidak. Just don't overthinking it. You just have to work things with your smile and positive vibes only. Wear your fav outfits, dressed-up your hair nicely and wear nice perfume. It gets me everytime.


cheers -  to those who fighting with acne - and all the skin problems!
note that you're not alone - i'm with you guys!

(ノ◕ヮ◕)ノ*:・゚✧☺❤

Sabtu, 13 Januari 2018

sebatas rindu

Padahal rindu itu manusiawi, tapi mengapa mengungkap rindu seolah jadi hal paling tabu
Susah-payah ia kau sembunyikan saat seharusnya ia diungkap dengan jelas
Tak perlu dengan kata-kata indah, puisi atau sajak berima, kata 'rindu' itu sudah indah dari sananya
Bahkan terlalu indah, sampai aku tak tahu harus bagaimana mengungkapnya

Namun rindu juga tak sesederhana itu
Beberapa rindu menuntut pertemuan berhadapan
Atau hanya berpapasan dalam angan kegelisahan
Yang ku tahu rindu punya caranya tersendiri untuk disampaikan

Beberapa orang mengungkap rindu lewat mimpi
Atau sekedar memutar balik waktu yang tersimpan rapi dalam memori
Atas segala pertemuan singkat yang membekas diingatan
Bahkan segala gelak tawa yang hadir dalam percakapan

Rindu
Begitupun aku, kepadamu
Memilih untuk menyampaikan rindu
Walau masih dibelenggu oleh waktu

Jumat, 01 Desember 2017

Dingin Malang

Malang kota dingin. Yang ditambah dingin dengan titik-titik hujan yang membasahi bumi di setiap hari. Orang-orang berlarian menghindari tetes demi tetes air yang dapat membasahi. Ku lihat payung warna-warni dilebarkan oleh yang empunya. Menciptakan perpaduan corak warna-warni jika saja dilihat dari atas. Malang pun masih dingin. Sedingin dua orang yang pernah akrab bercerita soal apapun, yang kini menjauh sampai sebatas sapa pun sirna ditelan diam keheningan. Dingin. Sedingin dua sosok manusia yang mencoba saling mengalihkan pandangannya atas alasan kebencian. Malang masih dingin. Sedingin batu dan paralayang jam tiga pagi. Sedingin itu pula rasa yang pernah singgah sementara. Di sudut Kota Malang, dalam hati ku harap sikapmu tidak tertular oleh udara yang mendingin. Diam-diam ku harap engkau masih menjadi satu sosok manusia yang hangat dan akan selalu seperti itu. Bahkan sampai kapanpun. Sampai waktu yang tak terhitung. Semoga jaket tebalmu tidak basah. Terhindar dari keroyokan rintik hujan yang dapat jatuh kapanpun ia mau. Semoga tempat tidur dan selimut masih dapat menjadi teman terbaikmu untuk menikmati hujan di kota dingin ini. Atau mungkin secangkir kopi? Atau satu paket lengkap antara ketiganya? Entahlah. Semoga harimu selalu menyenangkan di segala cuaca. Sudahlah.. terlalu banyak yang ingin ku semogakan. Aku takut muak engkau membacanya.



Malang, 1/12/17


diantara bunyi rerintikan hujan
yang berlomba turun berjatuhan.

Minggu, 19 November 2017

dini hari

hari masih terlalu pagi
matahari seolah masih terlelap dibandingkan bulan yang masih setia menanti
dingin yang menusuk seolah enggan tuk pergi
berhasil melengkapi sunyi sepi malam ini

dingin yang menusuk seolah mengacaukan imajinasi
ingin rasanya ku peluk tubuh tingginya tanpa permisi
ingin ku genggam jemarinya walau ku tahu ia akan risih

waktu terus berlalu
hingga intro adzan subuh terus bergemuruh
aku terlalu takut untuk menatap sepasang matamu
sepasang mata yang pintar menyimpan rapat segala masalahmu
hingga pelarianku jatuh kepada sudut lampu kota di bawah yang menyatu
ingin saja ku tatap keduanya jika saja aku mampu
kau dan sudut lampu kota
saat dini hari kala itu

Minggu, 22 Oktober 2017

sebuah tulisan tentang jatuh cinta

jatuh itu biasa saja, katanya
apanya yang biasa saja?
mungkinkah baginya?

gelak tawanya yang masih melekat di ingatan
pertemuan tiba-tiba yang masih diam-diam dinantikan
hingga cara berbicaranya yang masih terekam jelas di telinga
apanya yang biasa saja?

susah payah tidak ku baca ulang percakapan singkat di layar genggam
hanya agar sendu ku tidak perlu hadir bersemayam
susah payah ku hiraukan beberapa jam perjumpaan singkat kita
hanya agar tidak terjebak dalam rasa yang dapat muncul semaunya

jatuh cinta itu biasa
terlalu biasa hingga tak bisa menggapainya